Dilema Driver Ojol: Langganan Dulu Baru Orderan?



Lagi ramai soal sistem langganan di aplikasi ojol yang bikin driver makin terjepit. "Kereta punya kita, servis kita, HP kita, kuota kita, minyak kita... mereka cuma punya aplikasi, eh giliran mau narik malah disuruh bayar duluan!"

Fenomena "langganan dulu baru bisa dapat orderan" menjadi perbincangan hangat di kalangan pengemudi ojek online.

Banyak yang merasa ada ketidakadilan dalam sistem ini. Bagaimana tidak? Kendaraan, biaya perawatan, ponsel, kuota internet, hingga bahan bakar, semuanya adalah milik driver.

Perusahaan aplikasi hanya menyediakan platform. Namun, untuk mendapatkan orderan, driver harus membayar biaya langganan terlebih dahulu.

Setelah berhasil mendapatkan orderan pun, sebagian besar pendapatan pengemudi masih harus dipotong komisi oleh pihak aplikasi.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa sistem ini masih banyak diikuti? Jawabannya sering kali terangkum dalam kalimat sederhana, "Yang penting dapur tetap mengepul."

Memang benar, kebutuhan perut adalah prioritas utama. Ketika perut lapar, pikiran seringkali tidak jernih dalam mempertimbangkan pilihan jangka panjang.

Prinsip "urus saja perutmu, aku urus perutku" menjadi pembenaran untuk tetap bertahan dalam sistem yang dianggap merugikan.

Semua orang punya kebutuhan dasar, semua orang ingin dapurnya tetap berasap.

Namun, persoalannya lebih dari sekadar urusan perut. Ini adalah tentang keberlangsungan hidup. Apakah adil jika jerih payah dan aset pribadi pengemudi terus menerus tergerus hanya demi mendapatkan sedikit penghasilan harian?

Nyomanda, seorang mitra ojek online di Medan, mengungkapkan pandangannya dengan sedikit nada menyindir, "Mainkan cara mu, ku mainkan cara ku. Gitu lah kira2 ya bang hehe."

Ungkapan ini seolah menggambarkan adanya strategi yang berbeda antara driver ojol dan pihak aplikasi dalam menyikapi kondisi ini.

Senada dengan itu, Ukhty, mitra ojek online lainnya di Medan, menyampaikan keprihatinannya. "Segala aspirasi yang di buat untuk menunjukkan ketidak Adilan dan perikemanusiaan sudah sangat tidak wajar bagi kita .. Saat kita Rapatkan barisan."

Pernyataan ini menunjukkan adanya rasa ketidakadilan yang dirasakan secara kolektif oleh para pengemudi dan pentingnya persatuan dalam menghadapi situasi ini.

Tentu saja, setiap orang punya pilihan. Jika ada driver ojol yang tetap memilih untuk mengikuti sistem ini, itu adalah hak mereka.

Namun, bagi sebagian orang, hal ini menunjukkan kurangnya pertimbangan jangka panjang.

Pepatah "miskin boleh, bodoh jangan" seolah menjadi pengingat untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan, terutama yang menyangkut mata pencaharian.

Mungkin sulit untuk menasihati orang yang sudah terdesak kebutuhan.

Namun, penting untuk menyadari bahwa keputusan yang hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sesaat tanpa mempertimbangkan dampaknya di masa depan, berpotensi membawa pada kehancuran yang lebih besar.

Jadi, setiap driver ojol perlu merenungkan kembali posisinya. Apakah sistem yang ada saat ini adil dan berkelanjutan? Ataukah ini hanya solusi sementara yang mengorbankan kesejahteraan jangka panjang?

Pilihan ada di tangan masing-masing. Namun, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan adalah kunci untuk menghindari penyesalan di kemudian hari.

Komentar