Filosofi di Balik Aktivitas Pekerja Tukang Bangunan yang Sering Disorot
Sebuah unggahan di media sosial Facebook oleh akun Wahyu Reog baru-baru ini ramai diperbincangkan.
Unggahan tersebut menyoroti aktivitas atau jadwal harian pekerja bangunan (tukang) yang kerap kali dianggap "santai" oleh sebagian orang.
Dalam postingannya, Wahyu Reog menjabarkan rutinitas seorang tukang mulai dari persiapan alat, menikmati kopi dan kudapan di pagi hari, istirahat makan siang, hingga rehat kopi sore sebelum bersiap untuk pulang.
"Siapin alat sampe setengah 9 tambah ngopi makan kue mulai kerja jam 9. Istirahat setengah 12 makan dan mulai kerja setengah 2 siang. Ngopi jam 3 jam 4 mulai beres beres persiapan pulang," tulisnya.
Sontak, unggahan ini menuai komentar dari warganet.
Banyak yang berbagi pengalaman pribadi mereka terkait jam kerja tukang bangunan saat membangun atau merenovasi rumah.
Teguh, salah seorang warganet, memiliki pengalaman yang berbeda.
Ia menceritakan pengalamannya merenovasi rumah dan membangun kamar serta teras lantai dua dengan dua orang tukang.
"Tidak semua tukang begitu, Bos. Saya pernah renovasi rumah atau bikin satu kamar dan teras di lantai dua. Yang kerja dua orang, semuanya tukang. Saya berangkat kerja jam 7.00, tukang saya sudah mulai bekerja. Saya pulang kerja jam 4 sore, tukang saya masih kerja di atas. Jam 17.00 baru turun, cuci tangan, beres-beres, dan pulang."
Teguh menambahkan bahwa ia memberikan kompensasi lebih kepada para tukangnya, termasuk makan tiga kali sehari, dua bungkus rokok, dan kopi yang selalu tersedia.
Hasilnya pun memuaskan dan sesuai target, sehingga ia memberikan bonus tambahan serta tiket pulang pergi karena tukangnya didatangkan dari kampung halamannya.
Ia juga menyediakan kamar tidur serta perlengkapan mandi.
"Jadi, saya puas dan mereka juga puas, hasilnya oke," imbuhnya.
Reaksi berbeda datang dari Lidya, yang justru merasa geram dengan anggapan negatif terhadap pekerjaan tukang.
"Kalau gak ikhlas nyuruh kerja tukang mending dikerjain sendiri sama keluargamu.. Saya bukan dari keluarga tukang aja gedeg bacanya seakan menghina kerjaan tukang," tulisnya dengan nada tegas.
Jamila, yang mengaku sebagai seorang tukang, berbagi pandangannya mengenai standar operasional prosedur (SOP) kerja.
"Semua punya SOP sendiri. Kalau saya sebagai tukang 7:15 sudah mulai, jam 9 makan pagi, 9:30 lanjut kerja sampai jam 12:00 istirahat ngopi sampai jam 13:00 lanjut sampai jam 4. Alhamdulillah gak pernah sepi job yang penting hasil kerja rapi enak di pandang.. selama-lama nya membangun rumah masih lebih lama yang menempati."
Ismail, yang mengaku telah berprofesi sebagai tukang lebih dari 20 tahun, mengatakan perlunya kepercayaan antara tuan rumah dan pekerja.
"Saya pribadi sebagai tukang sudah lebih dari 20 tahun. Selama bekerja, tuan rumah selalu senang, bahkan terlalu sering saya diberikan bonus. Tidak pernah ada orang yang membangun rumah mengeluh, asalkan satu kuncinya, yaitu kepercayaan dari dua pihak, antara tuan rumah dan tukang. Maaf, kalau bisa, keluhan dalam membangun rumah jangan dibagikan ke Facebook ataupun media yang lain. Alangkah baiknya didiskusikan dahulu dengan tukangnya. Orang bangunan juga punya hati nurani, kalau perlu tegur secara pribadi. Ini namanya profesional, bukan ghibah."
Pengalaman lain dibagikan oleh Dian, yang menceritakan jadwal tukangnya, "Tukang aku jam 7.30 mulai kerja. Ngopi jam 9.30-10.00. Istirahat jam 11.30-13.30. Ngopi jam 15.00-15.30. Jam 16.00 pulang."
Dari berbagai komentar tersebut, terlihat bahwa persepsi mengenai jam kerja tukang bangunan sangat beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing.
Beberapa pemilik rumah merasa puas dengan kinerja tukang mereka, terutama ketika ada komunikasi yang baik dan apresiasi yang layak.
Sementara itu, sebagian pekerja bangunan merasa perlu adanya saling pengertian dan profesionalisme dalam hubungan kerja.
Unggahan ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa di balik proses pembangunan rumah, terdapat dinamika interaksi dan harapan dari kedua belah pihak.
Komentar
Posting Komentar