Pro Kontra Layanan Grab Hemat dan Kesejahteraan Driver Ojol

Layanan ojek online (ojol) menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian banyak orang di Indonesia.

Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, hubungan antara penyedia aplikasi (aplikator) dan para driver atau mitra pengemudi seringkali menimbulkan diskusi.

Salah satu topik yang belakangan ramai dibicarakan di media sosial, khususnya terkait layanan GrabBike Hemat, memunculkan tanggapan dari warganet.

Berikut beberapa komentar netizen soal Layanan Grab Hemat yang menunjukkan berbagai sudut pandang mengenai isu ini, mulai dari harapan akan peran pemerintah hingga pandangan pragmatis terkait aturan aplikator, saya kutip dari https://web.facebook.com/share/p/18ccj7y1kt/.

Harapan Aplikasi Buatan Pemerintah untuk Kesejahteraan Driver

Salah satu pandangan menarik datang dari netizen bernama Jerry. Ia berpendapat, haruskah pemerintah turun tangan membuat aplikasi serupa?

Idenya adalah aplikasi buatan pemerintah ini punya orientasi utama pada pembukaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

Jerry mengusulkan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) dan instansi pemerintah diwajibkan bermitra dengan aplikasi ini.

Aturannya dibuat agar tidak membebani pengemudi, karena tujuannya bukan mencari profit besar.

Pengelolaannya bisa diserahkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah mapan seperti Transjakarta atau Damri, sehingga potongan untuk beban gaji bisa lebih kecil.

Meski mengakui ide ini kompleks dan tidak mudah direalisasikan, Jerry melihatnya sebagai sebuah pemikiran untuk mencapai kesejahteraan driver.

Mengikuti Aturan Aplikator atau Mencari Alternatif

Di sisi lain, ada juga netizen yang memiliki pandangan lebih lugas terkait hubungan antara mitra pengemudi dan aplikator.

Michael Christian menyatakan bahwa mitra (driver) lah yang seharusnya mengikuti aturan aplikator, bukan sebaliknya.

Jika ada driver yang tidak mau mengikuti program atau aturan yang ditetapkan, ia menyarankan agar mereka keluar saja dari Grab.

Pandangan senada disampaikan oleh Tarmizi. Menurutnya, masalahnya sebetulnya simpel: jika tidak setuju dengan kebijakan yang dibuat oleh aplikator, pilihannya adalah keluar atau membuat aplikator sendiri.

Kedua komentar ini mencerminkan sikap yang lebih menerima kondisi yang ada atau mendorong driver untuk mencari solusi mandiri jika tidak puas.

Kritik Pedas dan Rasa Ketidakadilan

Pandangan yang lebih kritis datang dari Varo.

Ia merasa bahwa aplikasi semacam ini, dengan kebijakannya, seolah "menjajah anak bangsa".

Ia juga secara tajam mengkritik pemerintah yang dinilainya seolah "tutup mata, telinga, dan hati nurani" terhadap kondisi yang dialami oleh para driver.

Komentar ini menyuarakan rasa frustrasi dan ketidakadilan yang dirasakan terkait dampak operasional aplikasi terhadap para pekerjanya.

Ada pula Febrikurniawan yang secara spesifik menyoroti perubahan pada layanan GrabBike Hemat itu sendiri.

Ia merasa aneh dan tidak adil karena layanan yang awalnya merupakan program pelayanan dari aplikator, kini menjadi berbayar atau mengharuskan driver mendaftar menjadi anggota untuk ikut serta.

Febrikurniawan mengusulkan aksi kolektif: agar semua pengemudi menonaktifkan pelayanan GrabBike Hemat.

Menurutnya, jika ini dilakukan, pelanggan kemungkinan akan beralih ke aplikasi lain yang menawarkan layanan serupa tanpa biaya tambahan.

Efeknya, ia berharap Grab akan berpikir ulang dan mengembalikan layanan GrabBike Hemat seperti semula.

Dari berbagai komentar netizen ini, terlihat adanya perbedaan sudut pandang yang mencolok mengenai isu layanan ojol dan kesejahteraan driver.

Ada yang berharap adanya peran lebih dari pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang lebih adil, ada yang bersikap pragmatis dengan menerima aturan aplikator atau mencari alternatif pribadi, dan ada pula yang menyuarakan rasa ketidakadilan serta mengusulkan aksi kolektif dari para driver.

Komentar