Kategori
Edukasi

Bagaimana menerapkan experiential learning dalam pembelajaran bersama dengan guru lain?

Penerapan experiential learning bersama guru lain dimulai dengan membangun visi dan tujuan bersama, merancang pengalaman belajar konkret sesuai siklus pembelajaran, membagi peran sebagai fasilitator, dan melakukan refleksi bersama untuk perbaikan berkelanjutan.

Bagaimana menerapkan experiential learning dalam pembelajaran bersama dengan guru lain?

Jawaban:

Untuk menerapkan experiential learning dalam pembelajaran bersama dengan guru lain, saya akan memulainya dengan membangun sebuah visi dan tujuan bersama.

Saya akan mengajak rekan guru dari mata pelajaran yang serumpun atau bahkan berbeda untuk berdiskusi mengenai sebuah tema atau proyek besar yang dapat diintegrasikan.

Sebagai contoh, saya, sebagai guru Bahasa Indonesia, bisa berkolaborasi dengan guru Sejarah.

Kami akan merumuskan tujuan pembelajaran bersama: siswa mampu merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah lokal dalam bentuk naskah drama yang otentik.

Langkah awal ini menjadi fondasi agar setiap guru yang terlibat memiliki pemahaman dan komitmen yang sama terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai.

Setelah tujuan disepakati, saya dan rekan guru akan duduk bersama untuk merancang pengalaman belajar secara konkret.

Dalam tahap ini, kami akan memetakan setiap langkah dalam siklus experiential learning.

Untuk fase pengalaman nyata (concrete experience), kami akan merancang kegiatan kunjungan ke situs sejarah atau wawancara dengan tokoh masyarakat setempat.

Selanjutnya, kami akan menyusun pertanyaan-pertanyaan pemantik untuk memandu siswa pada tahap observasi reflektif (reflective observation).

Peran saya adalah memastikan pertanyaan tersebut dapat menggali aspek kebahasaan dan naratif, sementara guru Sejarah memastikan akurasi fakta historis.

Kami juga akan bersama-sama membuat rubrik penilaian yang jelas, yang mencakup aspek konten sejarah dan aspek keterampilan berbahasa.

Saat pelaksanaan pembelajaran, peran saya dan guru partner adalah sebagai fasilitator, bukan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Kami akan mendampingi siswa selama proses kunjungan atau wawancara, mengamati partisipasi mereka, dan memberikan bantuan saat diperlukan.

Selama proses siswa menyusun konsep dan menulis naskah drama (abstract conceptualization dan active experimentation), saya dan rekan guru akan berkeliling, memberikan umpan balik secara bergantian.

Saya akan fokus pada struktur narasi dan penggunaan dialog, sementara rekan saya memberikan masukan terkait kesesuaian latar waktu, kostum, dan alur peristiwa sejarah.

Pembagian peran yang jelas membuat proses fasilitasi menjadi lebih efektif dan komprehensif.

Setelah seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran selesai dan siswa telah mementaskan dramanya, saya akan mengalokasikan waktu khusus untuk melakukan sesi refleksi bersama rekan guru.

Sesi ini sangat penting untuk mengevaluasi keseluruhan proses dari sudut pandang kami sebagai pendidik.

Kami akan mendiskusikan apa saja yang berjalan dengan baik dan tantangan apa yang kami hadapi selama kolaborasi.

Kami juga akan menganalisis hasil karya siswa berdasarkan rubrik yang telah kami susun bersama.

Melalui dialog terbuka, saya dapat memberikan pandangan saya tentang perkembangan keterampilan menulis siswa, dan sebaliknya, saya pun mendapatkan wawasan tentang pemahaman sejarah mereka dari rekan saya.

Dari hasil refleksi dan evaluasi tersebut, saya bersama rekan guru akan merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk penerapan di masa mendatang.

Kami akan mencatat temuan-temuan penting, seperti metode mana yang paling efektif dalam memotivasi siswa atau bagian mana dari proyek yang memerlukan alokasi waktu lebih banyak.

Catatan ini menjadi sebuah aset intelektual bersama yang dapat kami gunakan untuk merancang pembelajaran kolaboratif berbasis pengalaman yang lebih baik lagi.

Proses kolaborasi ini pada akhirnya tidak hanya memperkaya pengalaman belajar siswa, tetapi juga menjadi sebuah siklus experiential learning bagi saya dan rekan guru, yang mendorong pengembangan kompetensi profesional secara berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *