Kategori
Edukasi

Cara Menciptakan Sekolah yang Menyenangkan Bagi Murid dan Guru

Untuk menciptakan sekolah yang menyenangkan, seorang guru perlu memperhatikan dimensi keamanan psikologis dan fisik, membangun hubungan dan koneksi positif, merancang pengalaman belajar yang bermakna, menumbuhkan rasa memiliki dan otonomi siswa, serta membangun budaya apresiasi dan pola pikir bertumbuh.

Bapak dan Ibu Guru, bagaimana menciptakan sekolah yang menyenangkan? Dimensi apa yang perlu diperhatikan?

Jawaban:

Bagi saya, pertanyaan tentang bagaimana menciptakan sekolah yang menyenangkan menyentuh inti dari panggilan sebagai seorang pendidik.

Sekolah yang menyenangkan bukanlah sebatas gedung yang dipenuhi gelak tawa, melainkan sebuah ekosistem di mana setiap individu di dalamnya, baik murid maupun guru, merasa aman, dihargai, dan terdorong untuk bertumbuh.

Pengalaman belajar menjadi sebuah petualangan yang dinanti, bukan beban yang harus dituntaskan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, saya meyakini ada beberapa dimensi fundamental yang harus saya perhatikan dan bangun secara sadar dan konsisten.

Dimensi pertama dan paling mendasar adalah keamanan psikologis dan fisik.

Saya percaya, fondasi dari segala interaksi positif adalah rasa aman.

Saya akan berusaha menciptakan suasana kelas di mana setiap murid merasa diterima sepenuhnya, tidak takut untuk bertanya, berpendapat, bahkan melakukan kesalahan.

Rasa aman ini berarti bebas dari perundungan (bullying), ejekan, dan penghakiman.

Secara konkret, saya akan memulainya dengan membangun kesepakatan kelas bersama murid, melatih diri untuk menjadi pendengar yang aktif terhadap keluh kesah mereka, dan memastikan lingkungan fisik kelas tertata rapi serta aman untuk beraktivitas.

Selanjutnya, saya akan berfokus pada dimensi hubungan dan koneksi yang positif.

Hubungan yang hangat dan tulus antara saya sebagai guru dengan murid adalah jantung dari sekolah yang menyenangkan.

Saya ingin mengenal setiap murid saya bukan hanya sebagai nomor absen, tetapi sebagai pribadi utuh dengan cerita, potensi, dan tantangannya masing-masing.

Saya akan meluangkan waktu untuk menyapa mereka secara personal dan menunjukkan kepedulian yang tulus.

Selain itu, saya juga akan merancang kegiatan pembelajaran yang mendorong kolaborasi antar murid, sehingga mereka belajar untuk saling menghargai, bekerja sama, dan membangun pertemanan yang sehat.

Dimensi ketiga adalah pengalaman belajar yang bermakna dan relevan.

Murid akan merasa senang belajar ketika mereka memahami kaitan antara materi yang dipelajari dengan dunia nyata mereka.

Oleh karena itu, saya akan merancang pembelajaran yang kontekstual, menantang, dan melibatkan partisipasi aktif mereka.

Saya akan menggunakan metode yang beragam, seperti pembelajaran berbasis proyek atau studi kasus yang berangkat dari isu-isu di sekitar mereka.

Tujuannya adalah untuk memantik rasa ingin tahu alami mereka, sehingga motivasi belajar datang dari dalam diri, bukan karena paksaan.

Dimensi keempat yang tidak kalah pentingnya adalah rasa memiliki dan otonomi.

Saya ingin murid-murid saya merasa bahwa sekolah dan kelas adalah “milik mereka” juga.

Perasaan ini dapat saya tumbuhkan dengan memberikan mereka suara dan pilihan dalam proses belajar.

Misalnya, memberikan keleluasaan dalam memilih topik proyek yang sesuai minat, melibatkan mereka dalam menata ruang kelas, atau secara rutin meminta umpan balik mereka mengenai proses pembelajaran.

Ketika murid merasa dilibatkan dan pendapatnya didengar, mereka akan memiliki rasa tanggung jawab dan keterikatan yang lebih kuat terhadap sekolah.

Terakhir, saya akan membangun dimensi budaya apresiasi dan pola pikir bertumbuh (growth mindset).

Saya akan membiasakan diri untuk memberikan apresiasi, tidak hanya pada pencapaian akademik yang tinggi, tetapi juga pada usaha, kegigihan, dan kemajuan sekecil apa pun yang ditunjukkan oleh murid.

Saya ingin menanamkan keyakinan bahwa kecerdasan dan kemampuan dapat berkembang melalui proses belajar dan kerja keras.

Dengan merayakan proses dan menghargai usaha, saya berharap dapat membangun lingkungan yang suportif, di mana setiap murid berani mencoba hal baru dan tidak takut menghadapi kegagalan sebagai bagian dari pembelajaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *