Kategori
Edukasi

Cara Mengajar Agar Murid Berpikir dan Memahami Secara Mendalam

Transformasi pengajaran yang mendalam berpusat pada pergeseran fokus dari sekadar menuntaskan materi menjadi menciptakan pemahaman sejati melalui pertanyaan esensial, aktivitas pembelajaran aktif, keterkaitan dengan dunia nyata, penilaian yang holistik, dan budaya kelas yang suportif.

Bagaimana memastikan bahwa pengajaran dilakukan agar murid berpikir dan memahami secara mendalam, bukan sekedar mengajar untuk menyampaikan materi?

Jawaban:

Untuk mencapai pengajaran yang merangsang pemikiran mendalam, saya akan mengubah fokus utama dari “menyelesaikan materi” menjadi “mencapai tujuan pemahaman”.

Sebelum memulai sebuah topik, saya akan merumuskan pertanyaan esensial yang ingin saya jawab bersama murid di akhir pembelajaran.

Contohnya, daripada hanya mengajarkan tentang bagian-bagian tumbuhan, tujuan saya adalah agar murid dapat menjelaskan bagaimana setiap bagian tumbuhan bekerja sama untuk bertahan hidup.

Saya akan secara aktif menggunakan teknik bertanya yang memancing pemikiran tingkat tinggi.

Saya akan mengurangi pertanyaan yang jawabannya hanya “ya” atau “tidak” atau yang bersifat mengingat fakta semata, seperti “Apa ibu kota Indonesia?”.

Sebaliknya, saya akan lebih sering melontarkan pertanyaan terbuka seperti, “Menurut pendapatmu, mengapa lokasi ibu kota tersebut dipilih?”, “Bagaimana dampaknya jika ibu kota dipindahkan ke lokasi lain?”, atau “Apa hubungan antara kondisi geografis suatu daerah dengan penentuan ibu kotanya?”.

Pertanyaan semacam ini mendorong murid untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menghubungkan berbagai informasi, sehingga mereka membangun pemahaman sendiri.

Selanjutnya, saya akan merancang aktivitas pembelajaran yang menuntut murid untuk aktif terlibat dan menerapkan konsep.

Saya akan mengurangi metode ceramah satu arah dan memperbanyak kegiatan seperti studi kasus, proyek berbasis masalah, debat, atau simulasi.

Misalnya, dalam pelajaran ekonomi tentang penawaran dan permintaan, saya bisa meminta murid untuk membentuk kelompok dan mensimulasikan sebuah pasar kecil.

Mereka harus menentukan harga produk mereka sendiri dan merespons perubahan kondisi “pasar” yang saya ciptakan.

Melalui pengalaman langsung ini, mereka tidak hanya tahu definisinya, tetapi benar-benar memahami bagaimana konsep tersebut bekerja di dunia nyata.

Saya juga akan senantiasa berusaha menghubungkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari murid atau isu-isu yang relevan saat ini.

Ketika saya mengajarkan tentang persentase dalam matematika, saya tidak akan langsung memberikan rumus, melainkan memulai dengan skenario seperti diskon belanja di toko atau perhitungan bunga tabungan.

Dengan melihat relevansi langsung dari apa yang mereka pelajari, motivasi internal murid untuk memahami akan meningkat.

Metode penilaian yang saya gunakan juga akan disesuaikan untuk mengukur kedalaman pemahaman.

Selain ujian pilihan ganda atau isian singkat, saya akan menggunakan alat penilaian alternatif seperti portofolio, presentasi, proyek penelitian, atau penulisan esai argumentatif.

Tugas-tugas ini menuntut murid untuk menyusun, mengorganisasi, dan menyajikan gagasan mereka secara utuh.

Hasil dari penilaian semacam ini akan memberikan saya gambaran yang jauh lebih akurat mengenai sejauh mana seorang murid telah memahami suatu konsep, bukan hanya seberapa banyak informasi yang bisa ia ingat.

Terakhir, saya akan membangun budaya kelas yang aman dan suportif untuk berpikir.

Saya akan menciptakan lingkungan di mana murid merasa nyaman untuk bertanya, mengajukan hipotesis, bahkan melakukan kesalahan.

Saya akan memberikan apresiasi tidak hanya pada jawaban yang benar, tetapi juga pada proses berpikir dan keberanian untuk mencoba.

Ketika seorang murid memberikan jawaban yang kurang tepat, saya tidak akan langsung menyalahkannya, melainkan mengajukan pertanyaan lanjutan untuk menelusuri alur berpikirnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *