Pernikahan Adat Batak, yang dikenal sebagai Ulaon Adat Na Gok, adalah proses ritual sukacita yang dilaksanakan secara menyeluruh, mulai dari lamaran hingga pengantin resmi menjadi suami istri, ditandai dengan pembagian jambar dan pemenuhan segala kewajiban adat.
Kategori: Pendidikan
Acara Peneguhan Sidi dalam gereja Protestan, yang merupakan pengakuan iman dan tanggung jawab spiritual, sering kali diikuti dengan ulaon adat Batak di rumah, lengkap dengan hidangan, pembagian jambar, dan pemberian nasihat serta berkat dari kerabat (dongan tubu, boru/bere, dan hula-hula) kepada anak yang baru diteguhkan.
Dalam adat Batak, mangain anak adalah adopsi yang bertujuan untuk memiliki keturunan, sementara mangampu anak adalah mengakui atau menerima seseorang sebagai anak untuk tujuan adat, di mana inisiatif datang dari calon pengantin atau orang tua mereka, dan proses ini secara otomatis memberikan marga kepada anak yang diampu.
Pesta Tardidi dalam Adat Batak
Perayaan baptisan anak dalam adat Batak, yang disebut pesta tardidi, melibatkan serangkaian acara adat dengan kehadiran Dalihan Na Tolu, di mana hula-hula memberikan ulos dan berkat, sementara tuan rumah menyampaikan sambutan dan ucapan terima kasih.
Nilai-nilai budaya Batak Toba, terutama yang berkaitan dengan sistem kekerabatan dan Dalihan Na Tolu, terwujud dalam berbagai upacara adat seputar kelahiran, yang mencerminkan identitas marga, silsilah, serta makna spiritualitas dan kebersamaan dalam masyarakat.
Sistem nilai budaya Dalihan Na Tolu berfungsi sebagai fondasi hidup dan pedoman bagi orang Batak Toba dalam mengatur hubungan sosial, perilaku, dan pencapaian tujuan hidup yang meliputi kekayaan (hamoraon), keturunan (hagabeon), dan kehormatan (hasangapon).
Mandok hata dalam acara ulaon saur matua adalah kata-kata penghormatan terakhir yang disampaikan untuk orang yang meninggal, serta berisi doa dan harapan bagi keluarga yang ditinggalkan, sebagai wujud syukur karena almarhum/ah meninggal dalam keadaan “saur matua” atau sempurna.