Kategori
Pendidikan

Kelahiran dan Kekerabatan dalam Identitas Batak Toba

Nilai-nilai budaya Batak Toba, terutama yang berkaitan dengan sistem kekerabatan dan Dalihan Na Tolu, terwujud dalam berbagai upacara adat seputar kelahiran, yang mencerminkan identitas marga, silsilah, serta makna spiritualitas dan kebersamaan dalam masyarakat.

Nilai budaya Batak Toba yang menjadi sumber sikap perilaku sehari-hari dalam kehidupannya terikat pada sistem kekerabatan Batak Toba itu sendiri.

Kekerabatan itu sendiri sangat erat dengan kelahiran, dan kelahiran itu menumbuhkan kekerabatan baik secara vertikal maupun secara horizontal (Label: article Elisa Octaviany).

Kelahiran menentukan kedudukan seseorang pada sistem kemasyarakatan Batak Toba. Karena tingginya nilai yang terdapat pada kekerabatan itu maka batak toba beridentitas pada marga dan garis keturunan yang disebut Tarombo atau Silsilah.

Berdasarkan marga dan silsilah itulah ditentukan kedudukan seseorang pada kelompok keluarga dan masyarakatnya yang berkaitan pada Dalihan Na Tolu.

  1. Acara menjelang kelahiran

Jika si ibu sudah mangandung tiga bulan, maka segala yang diinginkan sebaiknya harus diberikan sebab jika tidak diberikan, ada suatu keyakinan bahwa kelak si anak yang akan lahir di kemudian hari akan terkendala dalam mencari hidup”.

Sebelum si ibu melahirkan, sebaiknya orang tua dari si ibu memberikan makanan adat batak berupa ikan batak beserta perangkatnya dengan tujuan agar si ibu sehat-sehat pada waktu melahirkan dan anak yang akan dilahirkan menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta pada sanak saudara;. saat ini khususnya diperantaun sudah banyak dilupakan orang.

Mangirdak (membangkitkan semangat) : merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya ketika menjelang kelahiran (ada juga yang melakukan ini pada kehamilan bulan ketujuh).

Makna spiritualitas yang terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari orangtua si perempuan dalam memberikan semangat kepada putrinya.

  1. Acara saat setelah kelahiran

Secara umum acara menyambut kelahiran anak disebut mamoholi, manomu-nomu atau menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-natikan.

Kalau yang berkunjung adalah Hula-hula atau Tulang dikenal dengan istila mamboan aek ni unte.

Molo diulaon sisongonan biasana jouon ma:
a. Dongan tubu
b. Boru/bere
c. Dongan sahuta
d. Hula-hula

Beberapa sebutan dan acara lainnya yang juga banyak dilakukan, dengan berjalannya waktu beberapa diantaranya juga saat ini sudah tidak kedengaran lagi acara dimaksud:

a. Mangharoani (menyambut tibanya sang anak)

Sesudah lahir anak-anak yang dinanti-nantikan itu, ada kalanya diadakan lagi makan bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu.

Ada juga yang menyebutnya dengan istilah mamboan aek si unte karena pihak hula-hula membawa makanan yang akan memperlancar air susu sang ibu.

Makna spiritualitas yang terkandung adalah yaitu menunjukkan kedekatan dari hula-hula terhadap si anak yang baru lahir dan juga terhadap si ibu maupun ayah dari si anak itu.

b. Mangallang Esek-esek (menikmati makanan kedatangan anak lahir)

Keluarga yang mendapat anak ini akan mempunyai kebahagiaan yang luar biasa dimana untuk menunjukkan kebahagiaan itu, pihak keluarga akan memotong ayam dan memasak nasi kemudian memanggil para tetangga sekaligus kerabat walaupun tengah malam ataupun dini hari untuk diundang makan atau syukuran.

Kalau di daerah Silindung disebut manga lang indahan esek-esek. Jamuan ini biasanya hanya bersifat apa adanya, sebagai ungkapan sukacita yang spontan dan tulus dari suatu komunitas yang saling mengasihi atas kehidupan baru.

Sementara itu selama satu minggu pada malam, para bapak bergadang atau ”melek-melekkan” sambil berjudi.

Ini dilakukan bertujan untuk menjaga si bayi dan ibunya dari kemungkinan ancaman kepada si bayi dan ibunya karena setelah melahirkan tubuh si ibu dan si bayi pastilah masih sangat rentan atau lemah.

Makna spiritualitas yang terkandung adalah sebagai ungkapan sukacita terhadap warga yang sekampung dengan si anak yang baru lahir itu sehingga warga kampung tahu ada kebahagiaan dalam suatu keluarga, saat ini melek-melekan ini di banyak tempat diperkotaan sudah banyak diabaikan orang.

c. Marambit (harafiahnya berarti menggendong ataupun jamuan resmi yang diadakan keluarga untuk menyambut kelahiran si bayi dengan memotong babi).

Pada kesempatan inilah keluarga dapat menyampaikan permohonan kepada ompung (ompung dari pihak perempuan) agar menghadiahkan sepetak tanah yang disebut indahan arian (makan siang) kepada cucunya ataupun pemberian seekor kerbau/lembu yang disebut dengan batu ni ansimun (biji ketimun, yang dapat berkembangbiak).

Namun berhubung tanah yang dapat dibagi-bagikan semakin sempit, maka tradisi mangambit semakin berangsur hilang.

d. Mebat atau Mangebati (mengunjungi atau melawat)

Sesudah anak cukup kuat untuk dibawa berjalan-jalan maka keluarga pun memilih hari untuk membawanya mengunjungi ompungnya dan keluarga semarga.

Ketika melakukan kunjungan, keluarga ini membawa makanan (memotong seekor babi) kepada ompung si bayi.

Pada kesempatan ini ompung dapat memberikan ulos parompa (ulos kecil untuk menggendong atau mendukung anak bayi).

Bagi komunitas kristen batak modern, tradisi mebat (melawat) ini tentu juga baik untuk dipertahankan sebab makna yang terkandung dalam tradisi mebat ini adalah mendekatkan si anak secara emosional kepada kerabatnya terutama ompungnya dan tulangnya.

Hal inilah yang menjadi makna spiritualitas yang terkandung dalam upacara Mebat.

d. Ulos Parompa

Ulos parompa adalah ulos yang diberikan oleh ompung kepada cucunya.

Pada zaman dahulu ulos kecil ini memang benar-benar fungsional atau digunakan untuk menggendong (mangompa) si bayi sehari-hari.

Namun sekarang dalam prakteknya ulos parompa tinggal merupakan simbol kasih ompungnya sebab komunitas batak modern sudah menggunakan tempat tidur bayi, kain panjang batik, gendongan atau ayunan untuk menggendong bayi.

Ada kebiasaan komunitas batak sekarang terutama di kota-kota untuk mengobral ulos parompa.

Kini bukan hanya ompung, tetapi seolah-olah semua hula-hula harus memberikan ulos parompa kepada bayi yang baru lahir.

Obral ulos ini hanya mengurangi makna ulos parompa.

Makna spiritualitas yang terkandung dalam pemberian ulos parompa adalah menunjukkan kedekatan atau perhatian yang besar dari ompungnya kepada si anak yang lahir itu.

e. Pemberian Ulos Tondi

Ada juga kerabat yang datang itu dengan melilitkan selembar ulos yang dinamakan ulos tondi (ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si putri dan suaminya).

Pemberian ulos ini dilakukan setelah acara makan bersama.

Makna spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian ulos ini dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran.

f. Dugu-dugu

Dugu-dugu adalah sebuah makanan ciri khas batak pada saat melahirkan, yang diresep dari tanaman yang dikenal dengan nama bangun-bangun, daging ayam, kemiri dan kelapa.

Dugu-dugu ini bertujuan untuk mengembalikan peredaran urat bagi si ibu yang baru melahirkan, membersihkan darah kotor bagi ibu yang melahirkan, menambah dan menghasilkan air susu ibu dan sekaligus memberikan kekuatan melalui asi kepada anaknya.

Sumber: Panduan Acara Adat Batak Toba Sejak Lahir Sampai Dengan Meninggal Dunia oleh Dr Christianus Manihuruk SE MM MH.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *