Kategori
Edukasi

Mengembangkan Rencana Pembelajaran berdasarkan Experiential Learning

Sebagai seorang guru, saya sering merenungkan bagaimana cara membuat materi pembelajaran tidak hanya dihafal, tetapi benar-benar dipahami dan dirasakan relevansinya oleh peserta didik.

Mari mencoba mengembangkan Rencana Pembelajaran berdasarkan experiential learning!

Jawaban:

Sebagai seorang guru, saya sering merenungkan bagaimana cara membuat materi pembelajaran tidak hanya dihafal, tetapi benar-benar dipahami dan dirasakan relevansinya oleh peserta didik.

Untuk unit pembelajaran mengenai ekosistem dan rantai makanan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di tingkat SMP, saya memutuskan untuk tidak memulai dengan definisi di papan tulis.

Saya ingin mereka mengalami langsung konsep tersebut. Oleh karena itu, saya merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sepenuhnya berpusat pada siklus belajar David Kolb, yang menekankan pada pengalaman nyata sebagai awal dari proses pengetahuan.

Tahap 1: Pengalaman Nyata (Concrete Experience)

Langkah pertama dalam rencana saya adalah mengajak peserta didik keluar dari ruang kelas.

Tujuan saya adalah memberikan sebuah pengalaman konkret yang akan menjadi fondasi pembelajaran.

Saya akan membawa mereka ke halaman sekolah, sebuah lingkungan yang mereka kenal namun mungkin tidak pernah mereka amati secara detail.

Setiap kelompok peserta didik saya bekali dengan buku catatan, alat tulis, dan sebuah kaca pembesar sederhana.

Tugas mereka bukanlah mencari jawaban, melainkan hanya mengamati dan mencatat.

Saya memberikan instruksi spesifik: “Amati sepetak tanah berukuran satu meter persegi.

Catat semua yang kalian lihat, baik makhluk hidup seperti semut, cacing, rumput, dan serangga lainnya, maupun benda tak hidup seperti batu, tanah kering, dan daun-daun gugur.

Gambarkan interaksi apa pun yang kalian saksikan.”

Tahap 2: Observasi Reflektif (Reflective Observation)

Setelah sekitar 20 menit melakukan pengamatan langsung, saya meminta semua kelompok untuk kembali ke dalam kelas.

Di sinilah tahap refleksi dimulai. Pengalaman yang baru saja mereka alami perlu diolah.

Saya tidak langsung memberikan materi, melainkan memfasilitasi diskusi dengan pertanyaan pemantik.

Saya bertanya, “Dari catatan kalian, apa saja yang termasuk makhluk hidup? Apa saja yang termasuk benda tak hidup?”.

Kemudian, saya melanjutkan dengan pertanyaan yang lebih dalam, “Apakah kalian melihat ada hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan yang lain?

Misalnya, adakah yang melihat semut mengerubungi sisa makanan atau ulat yang memakan daun?”.

Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan temuan mereka dan mempresentasikannya secara singkat.

Proses ini mendorong mereka untuk meninjau kembali dan memaknai apa yang telah mereka amati.

Tahap 3: Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization)

Dari hasil diskusi dan refleksi peserta didik, saya kemudian masuk ke tahap pembentukan konsep.

Pada momen inilah saya memperkenalkan istilah-istilah ilmiah.

Berdasarkan temuan mereka tentang “makhluk hidup” dan “benda tak hidup”, saya mengenalkan konsep komponen $biotik$ dan $abiotik$.

Dari pengamatan mereka tentang ulat memakan daun, saya menjelaskan konsep $produsen$ (tumbuhan), $konsumen$ tingkat I (ulat), dan seterusnya.

Saya menggunakan temuan-temuan mereka sebagai contoh nyata untuk menjelaskan teori mengenai ekosistem, rantai makanan, dan jaring-jaring makanan.

Dengan demikian, istilah-istilah abstrak tersebut menjadi memiliki makna karena terhubung langsung dengan pengalaman yang baru saja mereka lalui.

Tahap 4: Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)

Pembelajaran tidak berhenti setelah konsep dipahami. Peserta didik perlu menggunakan pemahaman baru tersebut dalam konteks yang berbeda untuk menguji dan memperkuat pengetahuan mereka.

Sebagai tahap eksperimentasi aktif, saya memberikan tugas lanjutan.

Setiap kelompok diminta untuk membuat sebuah diagram atau poster rantai makanan berdasarkan data pengamatan mereka di halaman sekolah.

Lebih jauh lagi, saya memberikan sebuah skenario hipotetis: “Apa yang akan terjadi pada ekosistem kecil tersebut jika semua rumput di area pengamatan kalian tiba-tiba hilang?”.

Tugas ini menantang mereka untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari untuk memprediksi dan menganalisis, yang merupakan bentuk eksperimen pemikiran.

Penilaian dan Refleksi Akhir

Melalui siklus pembelajaran ini, proses penilaian yang saya rancang pun menjadi lebih holistik.

Saya tidak hanya menilai hasil akhir berupa poster atau jawaban tes, tetapi juga prosesnya.

Keaktifan mereka dalam berdiskusi, kedalaman catatan observasi mereka, dan kemampuan mereka menghubungkan pengalaman dengan konsep menjadi bagian penting dari evaluasi.

Bagi saya sebagai guru, pendekatan ini memberikan wawasan mendalam tentang cara belajar peserta didik.

Saya dapat melihat siapa yang unggul dalam observasi, siapa yang pandai dalam berteori, dan siapa yang kreatif dalam menerapkan konsep.

Rencana pembelajaran ini berhasil mengubah materi yang tadinya teoretis menjadi sebuah petualangan belajar yang nyata dan bermakna.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *