Menurut Anda, gambaran penerapan CASEL dalam pembelajaran sosial emosional di kelas seperti apa?
Jawaban:
Penerapan CASEL mengubah suasana kelas menjadi sebuah lingkungan yang peduli dan suportif, tempat setiap siswa merasa aman untuk berekspresi. Guru secara aktif memodelkan dan mengajarkan lima kompetensi inti. Pembelajaran ini tidak diajarkan sebagai mata pelajaran terpisah, melainkan diintegrasikan ke dalam setiap aspek kegiatan belajar mengajar, mulai dari cara guru menyapa siswa di pagi hari hingga cara mereka menyelesaikan konflik yang muncul.
Berikut gambaran penerapan CASEL dalam pembelajaran sosial emosional di kelas:
Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Dalam praktiknya, guru membantu siswa mengenali emosi mereka sendiri beserta pemicunya. Contohnya, guru bisa memulai hari dengan sesi “check-in” emosi, di mana setiap siswa secara singkat berbagi perasaan mereka menggunakan roda emosi atau jurnal pribadi.
Saat mempelajari tokoh dalam cerita, guru dapat bertanya, “Menurutmu, apa yang dirasakan tokoh itu sekarang? Pernahkah kamu merasakan hal yang sama?”
Kegiatan ini melatih siswa untuk mengidentifikasi dan memberi nama pada perasaan mereka, serta memahami bagaimana emosi tersebut memengaruhi pikiran dan tindakan mereka.
Siswa juga diajak menetapkan tujuan pribadi dan akademik yang realistis, lalu memantau kemajuan mereka sendiri.
Manajemen Diri (Self-Management)
Kompetensi ini diajarkan dengan memberikan siswa strategi untuk mengelola stres dan mengendalikan impuls.
Sebagai contoh, guru dapat memperkenalkan teknik “pernapasan kotak” atau “hitungan mundur” saat siswa merasa cemas atau marah sebelum ujian.
Di dalam kelas, mungkin ada sebuah “pojok tenang” (calm-down corner) dengan bantal atau benda sensorik yang bisa digunakan siswa saat mereka butuh waktu untuk menenangkan diri.
Guru juga membantu siswa mengembangkan keterampilan organisasi, seperti menggunakan agenda atau checklist untuk menyelesaikan tugas, yang melatih mereka mengelola tanggung jawab dan mencapai tujuan jangka panjang.
Kesadaran Sosial (Social Awareness)
Untuk membangun kesadaran sosial, guru merancang kegiatan yang mendorong siswa untuk memahami sudut pandang orang lain.
Diskusi kelompok tentang isu-isu sosial atau kegiatan bermain peran (role-playing) menjadi alat yang efektif.
Misalnya, setelah membaca sebuah kisah tentang perundungan, siswa diminta untuk memerankan berbagai tokoh korban, pelaku, dan saksi untuk merasakan dan memahami perspektif yang berbeda.
Guru secara konsisten menekankan pentingnya empati dan menghargai keberagaman budaya dan latar belakang di antara teman sekelas, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.
Keterampilan Berhubungan (Relationship Skills)
Keterampilan ini dikembangkan melalui kerja kelompok yang terstruktur.
Guru tidak hanya menugaskan proyek kolaboratif, tetapi juga secara eksplisit mengajarkan cara berkomunikasi dengan jelas, mendengarkan secara aktif, dan menyelesaikan konflik secara damai.
Sebagai contoh, saat terjadi perselisihan antar siswa, guru tidak langsung menjadi hakim, melainkan memfasilitasi dialog di mana kedua belah pihak dapat menyampaikan pendapat mereka dan bekerja sama mencari solusi yang adil.
Latihan seperti ini membekali siswa dengan kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan positif.
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making)
Kompetensi terakhir ini diajarkan dengan menghadapkan siswa pada skenario atau dilema etis yang relevan dengan kehidupan mereka.
Guru bisa menggunakan studi kasus singkat, misalnya, “Apa yang akan kamu lakukan jika melihat temanmu menyontek?”
Siswa diajak untuk menganalisis situasi, mempertimbangkan konsekuensi dari setiap pilihan bagi diri sendiri dan orang lain, serta memikirkan standar etika dan keselamatan.
Proses ini membantu mereka belajar membuat pilihan yang konstruktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan akademik maupun sosial mereka di sekolah dan di luar.