Kategori
Edukasi

Perbedaan Rasionalitas Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional Dalam Konteks Tanggung Jawab Sosial

Perbedaan rasionalitas ekonomi islam dan ekonomi konvensional adalah ekonomi Islam menjadikan tanggung jawab sosial sebagai kewajiban inti yang terintegrasi berdasarkan nilai spiritual untuk mencapai kemaslahatan bersama, sementara ekonomi konvensional memandangnya sebagai inisiatif sukarela yang terpisah dari tujuan utama memaksimalkan keuntungan.

Perbedaan rasionalitas ekonomi Islam dan konvensional mencakup berbagai aspek, salah satunya adalah aspek tanggung jawab sosial. Perbedaan rasionalitas ekonomi islam dan ekonomi konvensional adalah ekonomi Islam…

A. mendorong tanggung jawab sosial dan dukungan kepada masyarakat yang kurang beruntung. Konsep keadilan sosial memiliki peran penting dalam ekonomi Islam. Ekonomi konvensional memiliki tanggung jawab sosial yang merupakan inisiatif sukarela perusahaan atau individu, tanpa adanya tekanan moral yang kuat

B. memiliki pedoman etika bisnis yang ketat, termasuk larangan penipuan, transaksi yang tidak jelas, dan praktik bisnis yang merugikan orang lain. Ekonomi konvensional Terkadang mengizinkan praktik bisnis yang lebih fleksibel, tanpa batasan moral yang sama seperti dalam ekonomi Islam.

C. bertanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat, yang merupakan inisiatif sukarela perusahaan atau individu. Ekonomi konvensional mendorong tanggung jawab sosial dan dukungan kepada masyarakat yang kurang beruntung. Konsep keadilan sosial memiliki peran penting dalam ekonomi Islam

D. cenderung memiliki ketidaksetaraan kekayaan yang lebih besar, dengan distribusi yang lebih terpusat. Ekonomi konvensional Memiliki prinsip distribusi kekayaan yang lebih merata dengan zakat dan wakaf sebagai instrumen utama untuk mendukung yang membutuhkan

Jawaban:

Jawaban yang benar adalah A. Mendorong tanggung jawab sosial dan dukungan kepada masyarakat yang kurang beruntung. Konsep keadilan sosial memiliki peran penting dalam ekonomi Islam. Ekonomi konvensional memiliki tanggung jawab sosial yang merupakan inisiatif sukarela perusahaan atau individu, tanpa adanya tekanan moral yang kuat.

Berikut penjelasan mengenai perbedaan rasionalitas antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional, khususnya dalam konteks tanggung jawab sosial.

Fondasi Rasionalitas yang Berbeda

Rasionalitas dalam ekonomi konvensional berpusat pada konsep homo economicus, atau manusia ekonomi.

Asumsi dasarnya adalah bahwa individu selalu bertindak rasional untuk memaksimalkan keuntungan atau kepuasan pribadi (utilitas) dengan sumber daya yang terbatas.

Keputusan ekonomi didasarkan pada analisis untung-rugi yang bersifat materialistis.

Tujuan utamanya adalah efisiensi dan akumulasi kekayaan.

Tindakan dianggap rasional selama mendatangkan keuntungan pribadi yang paling maksimal, terlepas dari dampak sosialnya, kecuali jika diatur oleh hukum negara.

Sebaliknya, rasionalitas ekonomi Islam didasarkan pada konsep homo Islamicus.

Manusia dalam pandangan Islam adalah hamba Allah dan khalifah (pemimpin) di muka bumi.

Rasionalitasnya tidak hanya diukur dari keuntungan material di dunia, tetapi juga dari pencapaian falah, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.

Setiap tindakan ekonomi harus selaras dengan prinsip-prinsip syariah yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umum (maslahah), yang mencakup perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Sifat Tanggung Jawab Sosial

Perbedaan mendasar ini melahirkan pendekatan yang sangat berbeda terhadap tanggung jawab sosial.

Dalam ekonomi Islam, tanggung jawab sosial bukanlah sebuah pilihan atau program tambahan, melainkan bagian integral dan kewajiban yang melekat dalam sistem.

Konsep seperti Zakat, misalnya, adalah kewajiban (rukun Islam) bagi setiap Muslim yang mampu untuk menyisihkan sebagian hartanya bagi mereka yang berhak menerimanya.

Selain zakat, terdapat pula instrumen seperti infak, sedekah, dan wakaf yang sangat dianjurkan.

Semua ini membentuk sebuah sistem jaring pengaman sosial yang terstruktur dan didasari oleh perintah ilahi, sehingga memiliki tekanan moral dan spiritual yang sangat kuat.

Keadilan sosial bukan sekadar cita-cita, melainkan tujuan utama yang diwujudkan melalui mekanisme yang telah ditetapkan.

Dalam kerangka ekonomi konvensional, tanggung jawab sosial umumnya dipandang sebagai inisiatif sukarela yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR).

Perusahaan atau individu dapat memilih untuk terlibat dalam kegiatan sosial, namun hal tersebut seringkali didorong oleh pertimbangan lain di luar kewajiban moral.

Motivasi di balik CSR bisa berupa strategi pemasaran untuk meningkatkan citra perusahaan, membangun loyalitas pelanggan, atau sekadar memenuhi regulasi pemerintah.

Tanpa adanya dorongan eksternal tersebut, tidak ada kewajiban inheren dalam model ekonomi konvensional yang menuntut pelaku ekonomi untuk secara aktif mendistribusikan kekayaan atau membantu masyarakat kurang beruntung.

Tanggung jawab utama perusahaan tetap kepada pemegang saham (shareholders), yaitu memaksimalkan laba.

Tujuan Akhir dan Implikasi

Tujuan akhir dari rasionalitas ekonomi Islam adalah terciptanya tatanan masyarakat yang adil, seimbang, dan sejahtera secara merata.

Larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi) bertujuan untuk mencegah eksploitasi dan konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir orang.

Sistem ini mendorong perputaran harta agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak hanya menumpuk pada satu pihak.

Distribusi kekayaan yang lebih merata dipandang sebagai sebuah keniscayaan untuk mencapai kemaslahatan bersama.

Ekonomi konvensional, dengan fokus pada pertumbuhan dan akumulasi modal, secara teoretis meyakini bahwa keuntungan yang diperoleh oleh individu atau perusahaan pada akhirnya akan menetes ke bawah (trickle-down effect) dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Namun, dalam praktiknya, model ini sering kali dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan kekayaan.

Tanggung jawab untuk mengatasi masalah sosial ini sering kali diserahkan kepada negara melalui kebijakan pajak dan program kesejahteraan, bukan menjadi tanggung jawab bawaan dari setiap pelaku ekonomi itu sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *