Kategori
Edukasi

Perusahaan A melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 30 karyawan karena efisiensi namun proses PHK tersebut di lakukan tanpa Sosialisasi dan tidak melibatkan Serikat Pekerja

Perusahaan A melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 30 karyawan karena efisiensi namun proses PHK tersebut di lakukan tanpa Sosialisasi dan tidak melibatkan Serikat Pekerja.

Analisislah apakah tindakan tersebut telah sesuai dengan ketentuan dengan undang – undang ketenagakerjaan? dan bagaimana seharusnya perusahaan melakukan presedur PHK.

Jawaban:

Analisis Kesesuaian Tindakan Perusahaan dengan Undang-Undang

Tindakan yang dilakukan oleh Perusahaan A, yaitu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 30 karyawan dengan alasan efisiensi tanpa adanya sosialisasi dan tanpa melibatkan serikat pekerja, secara tegas tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia.

Proses tersebut cacat secara prosedural dan melanggar hak-hak mendasar pekerja yang dijamin oleh hukum, khususnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah sebagian oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, beserta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (PP 35/2021).

Pelanggaran utama yang dilakukan perusahaan terletak pada dua aspek fundamental. Pertama, ketiadaan pemberitahuan atau sosialisasi kepada karyawan yang akan di-PHK.

PP 35/2021 secara eksplisit mewajibkan pengusaha untuk memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja secara sah dan patut paling lambat 14 hari kerja sebelum PHK dilakukan.

Pemberitahuan ini merupakan langkah awal yang membuka ruang dialog dan negosiasi.

Dengan tidak adanya pemberitahuan, perusahaan telah bertindak secara sepihak dan menutup hak pekerja untuk mengetahui alasan serta mempersiapkan diri untuk proses selanjutnya.

Kedua, pengabaian peran serikat pekerja merupakan pelanggaran serius. Apabila para karyawan yang terdampak PHK adalah anggota dari serikat pekerja yang ada di perusahaan tersebut, maka hukum mewajibkan perusahaan untuk melibatkan serikat pekerja dalam seluruh proses perundingan.

Serikat pekerja memiliki fungsi representasi untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan anggotanya.

Melangkahi serikat pekerja berarti menghilangkan fungsi perwakilan dan perundingan kolektif, yang membuat posisi pekerja menjadi sangat lemah dalam menghadapi keputusan perusahaan.

Tindakan ini mencederai prinsip hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.

Prosedur PHK yang Seharusnya Dilakukan Perusahaan

Agar proses PHK sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, Perusahaan A seharusnya menempuh serangkaian prosedur yang sistematis dan menghormati hak pekerja.

Prosedur ini dirancang untuk memastikan bahwa PHK adalah jalan terakhir dan, jika tidak terhindarkan, dilaksanakan secara adil dan transparan.

Berikut adalah tahapan yang seharusnya dijalankan:

Langkah pertama adalah menyampaikan Pemberitahuan PHK. Perusahaan wajib membuat surat pemberitahuan resmi yang ditujukan kepada masing-masing karyawan yang akan di-PHK serta kepada pengurus serikat pekerja.

Surat ini harus mencantumkan dengan jelas maksud untuk melakukan PHK beserta alasan yang mendasarinya, dalam kasus ini adalah efisiensi.

Pemberitahuan ini harus sudah diterima oleh pihak pekerja paling lambat 14 hari kerja sebelum tanggal efektif PHK yang direncanakan.

Setelah pemberitahuan disampaikan, tahapan selanjutnya adalah Perundingan Bipartit. Ini merupakan forum perundingan antara pihak perusahaan dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja.

Tujuan dari perundingan ini adalah untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam forum ini, perusahaan harus dapat membuktikan bahwa alasan efisiensi tersebut benar adanya, misalnya dengan menunjukkan data keuangan atau perubahan struktur organisasi.

Di sisi lain, pekerja atau serikat pekerja dapat menegosiasikan kemungkinan lain selain PHK, atau jika PHK tidak terhindarkan, menegosiasikan paket kompensasi yang terbaik.

Apabila tercapai kesepakatan, maka dibuatlah sebuah “Perjanjian Bersama” yang ditandatangani kedua belah pihak dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Apabila Perundingan Bipartit tidak menghasilkan kesepakatan atau menemui jalan buntu, proses akan berlanjut ke tahap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pihak perusahaan atau pekerja/serikat pekerja dapat mencatatkan perselisihan ini ke dinas ketenagakerjaan setempat.

Selanjutnya, akan ditempuh upaya mediasi yang difasilitasi oleh seorang mediator dari pemerintah.

Mediator akan membantu kedua belah pihak untuk menemukan titik temu. Jika mediasi pun gagal, perselisihan dapat dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk diputuskan oleh majelis hakim.

PHK baru dapat dinyatakan sah secara hukum setelah adanya putusan PHI yang berkekuatan hukum tetap, atau adanya Perjanjian Bersama yang disepakati sebelumnya.

Setelah proses PHK dinyatakan sah menurut hukum (baik melalui Perjanjian Bersama maupun putusan pengadilan), perusahaan memiliki kewajiban mutlak untuk memenuhi seluruh hak normatif karyawan.

Untuk PHK dengan alasan efisiensi, hak-hak yang wajib dibayarkan meliputi: Uang Pesangon (dengan perhitungan 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021), Uang Penghargaan Masa Kerja (satu kali ketentuan), dan Uang Penggantian Hak.

Uang penggantian hak mencakup sisa cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, serta hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Semua pembayaran ini harus dilakukan secara penuh dan tepat waktu oleh perusahaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *