Kategori
Edukasi

PGRI Organisasi Profesi dan Tenaga Kerja Perjuangan Guru

PGRI memposisikan diri sebagai organisasi ketenagakerjaan karena kesadaran historis dan realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa martabat dan profesionalisme pendidik berkaitan erat dengan kesejahteraan, jaminan kerja, dan perlindungan hukum, serta untuk memperjuangkan isu-isu ketenagakerjaan seperti penyelesaian status guru honorer, kesejahteraan guru, perlindungan profesi, dan pengurangan beban administrasi.

PGRI sebagai organisasi profesi, juga merupakan organisasi ketenagakerjaan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan.

Terangkan mengapa PGRI memfungsikan sebagai organisasi tenaga kerja sebagai salah satu jati dirinya dan jelaskan apa saja yang menjadi isu-isu ketenagakerjaan saat ini terkait dengan nasib para guru dan tenaga kependidikan yang masih diperjuangkan oleh PGRI.

Jawaban:

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) secara sadar memposisikan dirinya tidak hanya sebagai organisasi profesi yang berfokus pada peningkatan kompetensi dan kode etik, tetapi juga sebagai organisasi ketenagakerjaan.

Pemilihan jati diri ganda ini didasari oleh kesadaran historis dan realitas di lapangan bahwa martabat dan profesionalisme seorang pendidik tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan, jaminan kerja, dan perlindungan hukum yang mereka terima.

Sejak awal kelahirannya, PGRI telah menjadi wadah perjuangan para guru untuk memperoleh pengakuan, status, dan imbalan yang layak.

Fungsi sebagai organisasi ketenagakerjaan memberikan PGRI landasan yang kuat untuk secara kolektif menyuarakan, memperjuangkan, dan bernegosiasi dengan pemerintah selaku pemberi kerja utama, serta pihak-pihak lain yang terkait, mengenai hak-hak material dan non-material para anggotanya.

Landasan PGRI sebagai organisasi perjuangan dan ketenagakerjaan termaktub secara eksplisit dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.

Dengan landasan tersebut, PGRI memiliki legitimasi untuk bertindak layaknya serikat pekerja bagi para guru dan tenaga kependidikan.

Organisasi ini secara aktif terlibat dalam pembahasan kebijakan publik yang berkaitan langsung dengan nasib guru, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri yang mengatur tentang sistem penggajian, tunjangan, pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian.

Tanpa peran ini, suara para pendidik akan tersebar dan lemah, sehingga posisi tawar mereka dalam memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik menjadi sangat terbatas.

Isu-Isu Ketenagakerjaan yang Diperjuangkan PGRI

Saat ini, PGRI terus berjuang untuk mengatasi berbagai persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi oleh para guru dan tenaga kependidikan di seluruh Indonesia, diantaranya:

  1. Penyelesaian Status Guru Honorer dan Tenaga Kependidikan Non-ASN

Salah satu perjuangan paling fundamental yang terus disuarakan PGRI adalah penyelesaian status guru dan tenaga kependidikan honorer yang jumlahnya masih sangat banyak.

Mereka sering kali bekerja dengan pengabdian penuh namun menerima upah yang jauh di bawah standar kelayakan, tanpa jaminan kerja, dan tanpa tunjangan sosial.

PGRI secara konsisten mendorong pemerintah untuk mengangkat para guru honorer yang telah lama mengabdi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik melalui skema Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Perjuangan ini mencakup advokasi agar proses seleksi PPPK lebih berpihak pada mereka yang sudah berpengalaman, serta memastikan semua guru honorer dapat terakomodasi dalam formasi yang dibuka oleh pemerintah pusat dan daerah.

  1. Kesejahteraan Guru: Gaji dan Tunjangan yang Layak

Masalah kesejahteraan tetap menjadi agenda utama. PGRI memperjuangkan adanya sistem penggajian yang adil dan merata bagi semua guru, tanpa memandang status kepegawaian mereka.

Terdapat kesenjangan pendapatan yang signifikan antara guru PNS, PPPK, dan honorer.

Selain itu, PGRI juga mengawal realisasi pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG).

Isu yang sering muncul adalah keterlambatan pembayaran tunjangan, serta adanya beberapa regulasi baru yang berpotensi menghilangkan TPG bagi sebagian guru.

PGRI berupaya memastikan bahwa hak-hak terkait tunjangan profesi ini tetap terjamin dan dibayarkan tepat waktu sesuai peraturan yang berlaku.

  1. Perlindungan Profesi dan Bantuan Hukum

Guru semakin rentan menghadapi tuntutan hukum dari orang tua atau pihak lain terkait metode pengajaran atau tindakan disipliner yang diterapkan di sekolah.

Fenomena yang dikenal sebagai “kriminalisasi guru” ini mengancam kenyamanan dan keamanan para pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Menanggapi hal ini, PGRI melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) menyediakan pendampingan dan advokasi hukum bagi para anggotanya yang tersandung masalah.

PGRI juga mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan regulasi yang memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi guru saat menjalankan tugas profesionalnya.

  1. Beban Administrasi Guru yang Berlebihan

Para guru saat ini sering kali dibebani dengan berbagai tugas administrasi yang menyita waktu dan energi, mulai dari penyusunan perangkat ajar yang rumit, pelaporan berkala melalui berbagai aplikasi, hingga pemenuhan syarat-syarat administratif lainnya.

Beban kerja ini dianggap mengurangi fokus utama guru untuk merancang pembelajaran yang inovatif dan berinteraksi secara mendalam dengan siswa.

Oleh karena itu, PGRI menyuarakan perlunya penyederhanaan dan rasionalisasi tugas-tugas administratif agar guru dapat kembali berkonsentrasi pada fungsi utamanya, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih peserta didik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *