Kategori
Edukasi

Setelah anda berkolaborasi, Anda dapat memasukkan materi pembelajaran sosial emosional seperti pengelolaan emosi sebagai dasar penyusunan Rencana Pembelajaran atau modul ajar anda

Hasil kolaborasi dengan rekan guru, kepala sekolah, dan konselor sekolah memberikan pemahaman utuh mengenai kebutuhan emosional murid yang kemudian menjadi dasar untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau modul ajar dengan memasukkan materi pengelolaan emosi.

Setelah anda berkolaborasi, Anda dapat memasukkan materi pembelajaran sosial emosional seperti pengelolaan emosi sebagai dasar penyusunan Rencana Pembelajaran atau modul ajar anda.

Jawaban:

Setelah melakukan sesi kolaborasi dengan rekan-rekan guru, kepala sekolah, atau bahkan konselor sekolah, saya mendapatkan pemahaman yang lebih utuh dan beragam mengenai kebutuhan murid.

Proses diskusi bersama ini membuka wawasan saya tentang tantangan emosional yang mungkin dihadapi siswa, baik yang terlihat maupun yang tidak.

Hasil dari kolaborasi tersebut menjadi pijakan utama bagi saya untuk tidak lagi memisahkan antara pencapaian akademis dengan kesejahteraan emosional siswa dalam rancangan pengajaran saya.

Dengan bekal pemahaman dari kolaborasi itu, saya akan menjadikan materi pengelolaan emosi sebagai salah satu fondasi dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau modul ajar.

Saya memandang pengelolaan emosi bukan sebagai materi tambahan atau sisipan, melainkan sebagai sebuah kompetensi yang menyatu dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran yang saya ampu.

Sebagai contoh, dalam pelajaran yang membutuhkan kerja kelompok, tujuan pembelajarannya dapat saya rumuskan tidak hanya untuk menyelesaikan tugas, tetapi juga melatih siswa mengelola kekecewaan saat pendapatnya tidak diterima atau mengelola antusiasme secara positif.

Secara spesifik dalam struktur modul ajar, saya akan mengintegrasikan pengelolaan emosi pada beberapa bagian.

Pada bagian tujuan pembelajaran, saya akan menambahkan satu poin tujuan yang berkaitan dengan keterampilan sosial emosional, misalnya, “Siswa mampu mengidentifikasi dan mengelola rasa cemas saat menghadapi soal yang dianggap sulit.”

Pada bagian langkah-langkah kegiatan, saya akan merancang aktivitas yang secara sadar melatihnya.

Contohnya, memulai kelas dengan teknik “stop” sejenak untuk menenangkan diri, atau menyisipkan sesi refleksi singkat di tengah pelajaran yang menanyakan, “Perasaan apa yang muncul saat kalian mengerjakan tantangan ini, dan bagaimana kalian menanganinya?”

Untuk bagian asesmen atau penilaian, saya akan merancang instrumen yang dapat mengukur perkembangan keterampilan emosional tersebut.

Penilaian ini tidak selalu berbentuk angka, tetapi bisa berupa observasi selama proses belajar, jurnal refleksi siswa, atau rubrik penilaian diri.

Melalui cara ini, saya dapat melihat pertumbuhan siswa secara menyeluruh.

Saya ingin memastikan bahwa ruang kelas saya menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar tentang dunia, sekaligus belajar tentang diri mereka sendiri, terutama bagaimana cara menjadi pribadi yang tangguh secara emosional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *