Saya merasa perlu mendiskusikan lebih lanjut mengenai perancangan asesmen otentik, peran guru sebagai fasilitator, adaptasi experiential learning dalam keterbatasan sarana, dan pengelolaan dinamika kelompok dengan rekan guru atau narasumber lain untuk mempertajam pemahaman saya.
Program “PRO-AKTIF” dirancang untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan lingkungan sekolah yang positif melalui pembelajaran berbasis pengalaman, kolaborasi inovatif, dan apresiasi terhadap proses belajar.
Guru dapat mengakomodasi peserta didik dengan gaya belajar yang beragam melalui pembelajaran berdiferensiasi dan menyediakan materi dalam berbagai format—visual, auditori, membaca/menulis, dan kinestetik—serta mendorong aktivitas yang sesuai dengan preferensi masing-masing.
Untuk merancang pengalaman belajar yang bermakna dan efektif, kita perlu memahami gaya belajar unik setiap peserta didik, seperti visual, auditori, atau kinestetik, melalui observasi, diskusi, dan variasi metode pengajaran.
Sebagai seorang guru, saya sering merenungkan bagaimana cara membuat materi pembelajaran tidak hanya dihafal, tetapi benar-benar dipahami dan dirasakan relevansinya oleh peserta didik.
Saya akan berkolaborasi dengan guru, teman sejawat, orang tua, dan narasumber lain untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai experiential learning, serta menyusun langkah-langkah kolaboratif yang terencana.
Gereja HKBP Pardomuan Ressort Medan Selatan, yang berlokasi di Jl. Bahagia No. 38 Medan, menyelenggarakan empat kebaktian Minggu pada tanggal 3 Agustus 2025, yaitu Ibadah Subuh (pukul 06.00, bahasa Batak), Ibadah Pagi (pukul 08.00, bahasa Indonesia), Ibadah Siang (pukul 10.30, bahasa Batak), dan Ibadah Sore (pukul 16.30, bahasa Indonesia).
Meskipun pada awalnya saya lebih berfokus pada metode konvensional, seiring berjalannya waktu saya menyadari pentingnya experiential learning dan kini telah memahami serta menerapkannya dengan menjadi fasilitator yang merancang pengalaman belajar bermakna, alih-alih hanya sekadar mentransfer materi.
Dengan memandu siswa melalui siklus belajar David Kolb, yaitu pengalaman nyata, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimentasi aktif, pembelajaran sosial emosional dapat diterapkan secara efektif melalui metode experiential learning yang otentik dan bermakna.
Penerapan experiential learning bersama guru lain dimulai dengan membangun visi dan tujuan bersama, merancang pengalaman belajar konkret sesuai siklus pembelajaran, membagi peran sebagai fasilitator, dan melakukan refleksi bersama untuk perbaikan berkelanjutan.